Senin, 30 Januari 2012
Minggu, 29 Januari 2012
Rabu, 25 Januari 2012
Minggu, 22 Januari 2012
TAHUKAH ANDA?
PEKALONGAN – Perwakilan badan dunia PBB UNESCO kemarin mengunjungi
Museum Batik Nasional dan Kampung Batik Kauman di Kota Pekalongan, Jawa
Tengah.
Rombongan dipimpin Director General for Culture Fransesco Bandarin. Mereka menyempatkan diri mengunjungi Pekalongan sebelum melakukan pertemuan sejumlah negara di Bali. Fransesco Bandarin mengatakan, kunjungan ke Museum Batik untuk melihat dari dekat kondisi batik yang sudah menjadi warisan dunia yang diakui PBB.
Selain itu, pihaknya juga ingin memberikan dorongan bagi kemajuan batik di Indonesia. Dia mengaku kagum dengan perkembangan batik di Kampung Batik Kauman. ”Kami akan mendukung agar batik lebih mendunia. Museum yang ada juga luar biasa koleksinya,” ujar Fransesco, memuji.
Pihaknya berharap, penghargaan batik sebagai warisan dunia bisa terus dipertahankan. Keindahan seni batik harus ditingkatkan di masa datang. ”Koleksi dan keindahan batik ini harus terus dikembangkan agar lebih banyak pilihan dan digemari dan pakai banyak orang,” ungkapnya.
Wali Kota Pekalongan HM Basyir Ahmad menyambut baik kunjungan perwakilan UNESCO tersebut. Menurutnya, kunjungan ini merupakan sebuah kehormatan yang perlu diapresiasi. Dia berharap batik semakin mendunia. ”Harapan kami batik ini semakin dikenal di seluruh dunia,” katanya. (zaenal alimin)
SUMBER : http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/445552/
Rombongan dipimpin Director General for Culture Fransesco Bandarin. Mereka menyempatkan diri mengunjungi Pekalongan sebelum melakukan pertemuan sejumlah negara di Bali. Fransesco Bandarin mengatakan, kunjungan ke Museum Batik untuk melihat dari dekat kondisi batik yang sudah menjadi warisan dunia yang diakui PBB.
Selain itu, pihaknya juga ingin memberikan dorongan bagi kemajuan batik di Indonesia. Dia mengaku kagum dengan perkembangan batik di Kampung Batik Kauman. ”Kami akan mendukung agar batik lebih mendunia. Museum yang ada juga luar biasa koleksinya,” ujar Fransesco, memuji.
Pihaknya berharap, penghargaan batik sebagai warisan dunia bisa terus dipertahankan. Keindahan seni batik harus ditingkatkan di masa datang. ”Koleksi dan keindahan batik ini harus terus dikembangkan agar lebih banyak pilihan dan digemari dan pakai banyak orang,” ungkapnya.
Wali Kota Pekalongan HM Basyir Ahmad menyambut baik kunjungan perwakilan UNESCO tersebut. Menurutnya, kunjungan ini merupakan sebuah kehormatan yang perlu diapresiasi. Dia berharap batik semakin mendunia. ”Harapan kami batik ini semakin dikenal di seluruh dunia,” katanya. (zaenal alimin)
SUMBER : http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/445552/
Sekilas Sejarah Perkembangan Batik di Indonesia
2 Oktober adalah hari Batik
Nasional, Penetapan Hari Batik memiliki gaungnya setelah Malaysia secara
sepihak mengakui Batik adalah hak kekayaan Intelektual bangsa Malaysia.
Apa yang dilakukan Malaysia adalah bukan tindakan budaya, tapi tindakan
ekonomi yaitu : Memperoleh hak pengakuan Kapital atas batik sehingga
batik akan memiliki daya hidup industrinya mulai dari produk massal
sampai dengan produk high-end.
Tapi taukah anda, Batik memiliki riwayat
panjang dalam sejarah Indonesia terutama sejarah Jawa berhubungan
dengan kekuasaan, permulaan sebuah tempat ataupun persoalan ekonomi. Di
Solo terkenal ada kampung bernama Laweyan. Kampung ini amat dikenal
bukan saja di Solo sebagai kampung perajin batik dan saudagar batik tapi
juga dikenal luas secara nasional dan Internasional. Berdirinya kampung
Laweyan ini erat dengan kaitannya jatuhnya kekuasaan Majapahit ke
tangan Kerajaan Islam : Demak dan menjadi simbol pelestarian budaya
membatik tinggalan Majapahit yang terkenal indah itu di masa kekuasaan
Jaka Tingkir atau Sultan Hadiwijoyo pada tahun 1549-1582. Setahun
setelah Sultan Hadiwijoyo naik tahta, kelompok keturunan Ki Ageng Selo
mendapat tempat khusus dalam struktur pemerintahan kerajaan. Salah
satunya adalah Ki Ageng Ngenis, cucu dari Ki Ageng Selo (Ki Ageng Selo
adalah cucu dari Brawijaya V, Raja Mapahit terakhir). Ki Ageng Ngenis
diperintahkan untuk membangun sebuah desa yang diberi nama Laweyan.
Batik yang dikembangkan di Laweyan tak
lepas dari perkembangan batik Majapahit yang dibangun oleh Adipati
Kalang pada masa pemerintahan Majapahit. Adipati Kalang saat itu
menguasai industri batik di wilayah Mojokerto dan menolak tunduk pada
Majapahit lantas diserang lalu dihancurkan oleh Majapahit, beberapa ahli
seni batiknya dibawa ke Keraton Majapahit dan kemudian mengajarkan
batik kepada kawula Majapahit sehingga dijadikan seni rahasia Istana.
Ki Ageng Ngenis kemudian bergelar Ki
Ageng Laweyan membangun pusat studi batik bergaya Majapahit, di masa
inilah kemudian berkembang motif-motif yang mendasari desain batik Jawa
era Mataram Islam - disebut motif Mataram karena motif ini sangat
booming setelah Pajang kalah dengan Mataram pada tahun 1580-an-. Di
ceritakan saat Raden Pabelan (Keponakan Sutawijaya -penguasa Mataram)
menggoda puteri bungsu Sultan Hadiwijoyo, Raden Pabelan mengenakan batik
bangsawan Keraton Pajang yang tidak boleh dipakai sembarangan, dan saat
Raden Pabelan menyusup ke lingkungan Sekar Kedaton, digambarkan puteri
bungsu Mataram sedang membatik dengan canting - hal yang seperti ulangan
pada kisah lama saat Raden Joko Tingkir (nama muda Sultan Hadiwijoyo)
menerobos pintu masuk tembok Sekar Kedaton Demak untuk berkencan dengan
anak Raja Demak yang juga sedang membatik. Pada masa pemerintahan
Panembahan Senopati di Mataram berkembang bengkel batik yang luar biasa
maju yaitu di Plered. Sampai saat ini bekas ibukota kerajaan Mataram itu
masih menyisakan industri batik yang cukup massif, bahkan batik cap
yang kemudian berkembang tahun 1920-an berawal dari inovasi
saudagar-saudagar batik Kotagede.
Sampai pada era Perang Diponegoro
1825-1830, batik masih menjadi seni rahasia Istana terutama untuk
motif-motif khusus seperti Sidomukti dan Sidoluruh. Perang Diponegoro
adalah perang yang amat besar dan massif. Pada saat itu banyak bangsawan
terlibat atas perang besar ini, sehingga ketika Belanda melakukan
strategi perang bentengstelsel yaitu : membangun tangsi disetiap tempat
yang dikuasai maka keluarga bangsawan yang mendukung Diponegoro banyak
mengungsi ke wilayah-wilayah di luar Yogyakarta. Wilayah Banyumas adalah
wilayah yang paling banyak menjadi tempat pengungsian para bangsawan
Yogyakarta. Selain Banyumas juga bangsawan tersebut mengungsi ke
Pekalongan dan menetap disana. Disinilah kemudian corak-corak batik
berkembang luas dan pengaruh Solo-Yogya dianggap sebagai dasar seluruh
batik Jawa dan Madura.
Batik menjadi produksi paling utama di
Jawa. Perkembangan Batik menjadi amat kuat setelah ditemukannya metode
penanaman serat kapas (ciam) dari tanaman Jong yang sangat ahli
dilakukan oleh orang-orang Cina di Pekajangan (Pekalongan) pada tahun
1880. Ditemukannya serat ini membuat jiwa dagang orang Pekalongan
tumbuh. Banyak dari saudagar-saudagar Pekalongan baik keturunan Cina
atau Jawa asli yang berpindah ke Solo dan membangun usaha Batik.
Kemudian pada tahun 1898, Sunan Pakubowono X, Raja Solo yang baru
diangkat beberapa tahun sebelumnya memerintahkan dibangun sebuah sentra
perdagangan sekaligus koperasi-koperasi bagi usaha Batik. Konsep
Koperasi menjadi obsesi Sunan Solo setelah membaca sebuah buku tentang
Koperasi di Inggris tentang industri tekstil. Atas titah Sunan inilah
kemudian berdiri puluhan koperasi di Solo. Lantas kemudian diikuti
berdirinya koperasi diluar wilayah Voorstenlanden (Solo dan Yogya) yaitu
di Pekalongan, Semarang dan Cirebon.
Pada tahun 1948, beberapa pengusaha Solo
dan Pekalongan bertemu untuk membangun sebuah gabungan koperasi batik
Indonesia. Lalu beberapa orang dipimpin Haji Djunaid menghadap ke
Pemerintah Indonesia yang saat itu berada di Yogyakarta. Pemerintah
melalui Kementerian Perdagangan mengajak para pengusaha bergabung dan
bersatu membentuk “Gabungan Koperasi Batik Indonesia”. Atau disingkat
“GKBI”. Kekayaan GKBI sempat berjaya ketika Pemerintahan Republik
Indonesia di tahun 1950-an memutuskan bahwa GKBI dilindungi pemerintah
dengan memberikan konsesi khusus harga pada kain mori dan penyediaan
kain putih. Pada tahun 1960 bahkan Presiden Sukarno mengajak seluruh
rakyat memakai batik sebagai pakaian nasional. Sejak 1964 pesta-pesta
pernikahan resmi yang tadinya orang-orang mengenakan jas ala Belanda
mulai banyak yang memakai batik sebagai bentuk pakaian formal.
Kehancuran industri batik justru terjadi
pada masa pemerintahan Suharto yang tidak lagi melihat batik sebagai
kekuatan industri nasional. Suharto mencabut momopoli khusus peredaran
batik oleh GKBI dan konsesi-konsesi lainnya serta meliberalisasi impor
tekstil yang membuat batik terpuruk oleh jenis pakaian lain yang lebih
murah. Puncaknya adalah tahun 1985 batik menjadi hancur setelah GKBI
terjerat hutang ke banyak pihak.
Industri batik nasional kemudian surut
ke belakang dan diramalkan akan punah. Penyelamat dari kesadaran batik
nasional justryu terjadi di kalangan elite dan sosialita negeri ini.
Adalah Iwan Tirta yang berhasil membangun kekayaan batik nasional dengan
menciptakan batik high-end dengan kain sutera dan berbenang emas.
Tirta mengenalkan ke banyak kepala negara, bahkan Nelson Mandela
seakan-akan tak lepas dari baju batiknya.
Kini kesadaran orang Indonesia tentang
batik adalah penyelamatan warisan kekayaan nasional setelah Malaysia
mengaku-aku batik menjadi klaim kekayaan mereka dan mulai munculnya
arabisasi dalam dunia fashion Indonesia.
Batik adalah budaya nasional -Selamat hari batik-.sumber : http://sejarah.kompasiana.com/2011/10/02/sekilas-sejarah-perkembangan-batik-di-indonesia/
Anton Djakarta 2011
Sejarah teknik batik
Seni pewarnaan kain dengan teknik perintang pewarnaan menggunakan malam adalah salah satu bentuk seni kuno. Penemuan di Mesir menunjukkan bahwa teknik ini telah dikenal semenjak abad ke-4 SM, dengan diketemukannya kain pembungkus mumi yang juga dilapisi malam untuk membentuk pola. Di Asia, teknik serupa batik juga diterapkan di Tiongkok semasa Dinasti T'ang (618-907) serta di India dan Jepang semasa Periode Nara (645-794). Di Afrika, teknik seperti batik dikenal oleh Suku Yoruba di Nigeria, serta Suku Soninke dan Wolof di Senegal.[2]. Di Indonesia,
batik dipercaya sudah ada semenjak zaman Majapahit, dan menjadi sangat
populer akhir abad XVIII atau awal abad XIX. Batik yang dihasilkan ialah
semuanya batik tulis sampai awal abad XX dan batik cap baru dikenal
setelah Perang Dunia I atau sekitar tahun 1920-an.[3]
Walaupun kata "batik" berasal dari bahasa Jawa, kehadiran batik di Jawa sendiri tidaklah tercatat. G.P. Rouffaer berpendapat bahwa tehnik batik ini kemungkinan diperkenalkan dari India atau Srilangka pada abad ke-6 atau ke-7. [2]Di sisi lain, J.L.A. Brandes (arkeolog Belanda) dan F.A. Sutjipto (arkeolog Indonesia) percaya bahwa tradisi batik adalah asli dari daerah seperti Toraja, Flores, Halmahera, dan Papua. Perlu dicatat bahwa wilayah tersebut bukanlah area yang dipengaruhi oleh Hinduisme tetapi diketahui memiliki tradisi kuna membuat batik.[4]
G.P. Rouffaer juga melaporkan bahwa pola gringsing sudah dikenal sejak abad ke-12 di Kediri, Jawa Timur. Dia menyimpulkan bahwa pola seperti ini hanya bisa dibentuk dengan menggunakan alat canting, sehingga ia berpendapat bahwa canting ditemukan di Jawa pada masa sekitar itu.[4] Detil ukiran kain yang menyerupai pola batik dikenakan oleh Prajnaparamita, arca dewi kebijaksanaan buddhis dari Jawa Timur abad ke-13. Detil pakaian menampilkan pola sulur tumbuhan dan kembang-kembang rumit yang mirip dengan pola batik tradisional Jawa yang dapat ditemukan kini. Hal ini menunjukkan bahwa membuat pola batik yang rumit yang hanya dapat dibuat dengan canting telah dikenal di Jawa sejak abad ke-13 atau bahkan lebih awal.
Legenda dalam literatur Melayu abad ke-17, Sulalatus Salatin menceritakan Laksamana Hang Nadim yang diperintahkan oleh Sultan Mahmud untuk berlayar ke India agar mendapatkan 140 lembar kain serasah dengan pola 40 jenis bunga pada setiap lembarnya. Karena tidak mampu memenuhi perintah itu, dia membuat sendiri kain-kain itu. Namun sayangnya kapalnya karam dalam perjalanan pulang dan hanya mampu membawa empat lembar sehingga membuat sang Sultan kecewa.[5] Oleh beberapa penafsir,who? serasah itu ditafsirkan sebagai batik.
Dalam literatur Eropa, teknik batik ini pertama kali diceritakan dalam buku History of Java (London, 1817) tulisan Sir Thomas Stamford Raffles. Ia pernah menjadi Gubernur Inggris di Jawa semasa Napoleon menduduki Belanda. Pada 1873 seorang saudagar Belanda Van Rijekevorsel memberikan selembar batik yang diperolehnya saat berkunjung ke Indonesia ke Museum Etnik di Rotterdam dan pada awal abad ke-19 itulah batik mulai mencapai masa keemasannya. Sewaktu dipamerkan di Exposition Universelle di Paris pada tahun 1900, batik Indonesia memukau publik dan seniman.[2]
Semenjak industrialisasi dan globalisasi, yang memperkenalkan teknik otomatisasi, batik jenis baru muncul, dikenal sebagai batik cap dan batik cetak, sementara batik tradisional yang diproduksi dengan teknik tulisan tangan menggunakan canting dan malam disebut batik tulis. Pada saat yang sama imigran dari Indonesia ke Persekutuan Malaya juga membawa batik bersama mereka.
SUMBER :http://id.wikipedia.org/wiki/Batik
Walaupun kata "batik" berasal dari bahasa Jawa, kehadiran batik di Jawa sendiri tidaklah tercatat. G.P. Rouffaer berpendapat bahwa tehnik batik ini kemungkinan diperkenalkan dari India atau Srilangka pada abad ke-6 atau ke-7. [2]Di sisi lain, J.L.A. Brandes (arkeolog Belanda) dan F.A. Sutjipto (arkeolog Indonesia) percaya bahwa tradisi batik adalah asli dari daerah seperti Toraja, Flores, Halmahera, dan Papua. Perlu dicatat bahwa wilayah tersebut bukanlah area yang dipengaruhi oleh Hinduisme tetapi diketahui memiliki tradisi kuna membuat batik.[4]
G.P. Rouffaer juga melaporkan bahwa pola gringsing sudah dikenal sejak abad ke-12 di Kediri, Jawa Timur. Dia menyimpulkan bahwa pola seperti ini hanya bisa dibentuk dengan menggunakan alat canting, sehingga ia berpendapat bahwa canting ditemukan di Jawa pada masa sekitar itu.[4] Detil ukiran kain yang menyerupai pola batik dikenakan oleh Prajnaparamita, arca dewi kebijaksanaan buddhis dari Jawa Timur abad ke-13. Detil pakaian menampilkan pola sulur tumbuhan dan kembang-kembang rumit yang mirip dengan pola batik tradisional Jawa yang dapat ditemukan kini. Hal ini menunjukkan bahwa membuat pola batik yang rumit yang hanya dapat dibuat dengan canting telah dikenal di Jawa sejak abad ke-13 atau bahkan lebih awal.
Legenda dalam literatur Melayu abad ke-17, Sulalatus Salatin menceritakan Laksamana Hang Nadim yang diperintahkan oleh Sultan Mahmud untuk berlayar ke India agar mendapatkan 140 lembar kain serasah dengan pola 40 jenis bunga pada setiap lembarnya. Karena tidak mampu memenuhi perintah itu, dia membuat sendiri kain-kain itu. Namun sayangnya kapalnya karam dalam perjalanan pulang dan hanya mampu membawa empat lembar sehingga membuat sang Sultan kecewa.[5] Oleh beberapa penafsir,who? serasah itu ditafsirkan sebagai batik.
Dalam literatur Eropa, teknik batik ini pertama kali diceritakan dalam buku History of Java (London, 1817) tulisan Sir Thomas Stamford Raffles. Ia pernah menjadi Gubernur Inggris di Jawa semasa Napoleon menduduki Belanda. Pada 1873 seorang saudagar Belanda Van Rijekevorsel memberikan selembar batik yang diperolehnya saat berkunjung ke Indonesia ke Museum Etnik di Rotterdam dan pada awal abad ke-19 itulah batik mulai mencapai masa keemasannya. Sewaktu dipamerkan di Exposition Universelle di Paris pada tahun 1900, batik Indonesia memukau publik dan seniman.[2]
Semenjak industrialisasi dan globalisasi, yang memperkenalkan teknik otomatisasi, batik jenis baru muncul, dikenal sebagai batik cap dan batik cetak, sementara batik tradisional yang diproduksi dengan teknik tulisan tangan menggunakan canting dan malam disebut batik tulis. Pada saat yang sama imigran dari Indonesia ke Persekutuan Malaya juga membawa batik bersama mereka.
SUMBER :http://id.wikipedia.org/wiki/Batik
Batik adalah salah satu cara pembuatan bahan pakaian. Selain
itu batik bisa mengacu pada dua hal. Yang pertama adalah teknik
pewarnaan kain dengan menggunakan malam untuk mencegah pewarnaan sebagian dari kain. Dalam literatur internasional, teknik ini dikenal sebagai wax-resist dyeing.
Pengertian kedua adalah kain atau busana yang dibuat dengan teknik
tersebut, termasuk penggunaan motif-motif tertentu yang memiliki
kekhasan. Batik Indonesia, sebagai keseluruhan teknik, teknologi, serta pengembangan motif dan budaya yang terkait, oleh UNESCO telah ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) sejak 2 Oktober, 2009.[1]
http://id.wikipedia.org/wiki/Batik
http://id.wikipedia.org/wiki/Batik
BATIK MAKASSAR
BUDAYA Parepare Ciptakan Batik Khas Bugis Makassar Oleh : Abdillah | 13-Mar-2008, 20:48:28 WIB | ||
KabarIndonesia - Jika kita mendengar kata batik, pikiran banyak orang akan langsung membayangkan yogyakarta atau Solo di Jawa tengah yang berwarna dan bermotif khas, biasanya coklat atau hitam. tentu belum banyak di antara kita yang tahu jika ada motif batik kahas lainnya yang berwarna lebih cerah dan ceria. batik ini di beri nama batik cora to' riolo, pembuatan batik ini dapat kita jumpai di Parepare, Sulawesi selatan, karakter budaya Bugis Makassar akan sangat kental kita temui pada batik cora to'riolo tersebut. Pembuatan batik khas Bugis ini diawali dengan pembuatan pola. kemudian di lanjutkan dengan proses pencantingan atau pembuatan corak, corak yang ditonjolkan pada batik ini adalah corak batik yang di padukan dari berbagai unsur etnik yang ada di Sulawesi selatan, di antaranya Parepare, Toraja, Bone, dan Makassar. Setelah proses pencantingan dilakukan, kemudian kain batik ini di warnai dengan menggunakan bahan bahan natural seperti daun pepaya. jika proses pencantingan sudah selesai, kemudian dilanjutkan dengan proses fiksasi. setalah rampung, barulah kain batik ini di keringkan. Biasanya untuk membuat satu meter kain batik cora to'riolo ini membutuhkan waktu satu hari. Perbedaan yang paling menonjol dari batik khas Bugis ini dengan batik lainnya di lihat dari segi warna dan motif. secara umum, batik asal Parepare ini muncul dengan warna-warna kain yang lebih cerah dan berani, seperti biru, merah, dan hijau pupus. Selain itu, gambar motifnya juga lebih bebas, yang melambangkan karakter Sulawesi selatan, sperti gambar ayam jantan dari timur, motif huruf lontara, motif Tana toraja, dan motif Lagaligo, motif ini merupakan cerita kuno terpanjang kedua setelah Mahabrata. Walikota Parepare, HM.Zain Katoe, mengatakan, pengembangan kerjinan batik khas Bugis Makassar ini adalah merupakan upaya pemerintah Kota Parepare, untuk menjaga kelestarian budaya Sulawesi selatan. selain itu kerajinan batik cora to'riolo tersebut kedepannya akan di kembangkan sebagai industri rumahan atau home industry, yang akan memberikan pendapatan tambahan bagi masyarakat kota Parepare. "Saya harap kedepannya kerajinan batik ini bisa memeberikan pendapatan tambahan buat warga Kota Parepare” jelasnya. Sementara itu, Kepala kantor pariwisata Kota Parepare, Muslimin Daud, Mengatakan rencananya karya cipta seni batik Bugis Makassar yang di beri nama cora to’ riolo ini akan di patenkan oelh pemerintah daerah Kota Parepare. "Saya kira ini harus kita patenkan agar tidak terjadi pengkalaiman karya seni seperti banyak yang terjadi akhir akhir ini" ungkapnya.Blog: http://www.pewarta-kabarindonesia.blogspot.com/ Alamat ratron (surat elektronik): redaksi@kabarindonesia.com Berita besar hari ini...!!! Kunjungi segera: www.kabarindonesia.com |
Langganan:
Postingan (Atom)